PUISI

Pesan Mimpi Untuk Impian Cerpen Karya Ernis Erlina | Mata Pemuda

Walies MH
Juni 23, 2021
0 Komentar
Beranda
PUISI
Pesan Mimpi Untuk Impian Cerpen Karya Ernis Erlina | Mata Pemuda

Pesan Mimpi untuk Impian

Karya : Ernis Erlina 


     Ku rebahkan tubuhku dikasur. Ku biarkan mataku memandangi langit-langit kamar. Mengingat kini aku telah duduk dipertengahan kelas XII dan aku masih sangat bingung tentang rencana untuk melanjutkan keperguruan tinggi, aku mencoba memutar otak untuk beberapa menit.  Akhirnya  pikiran ini berhenti pada sebuah titik dimana masa depan dan cita-cita berlomba mengelilingi kepalaku. Setiap orang pasti mempunyai cita-cita yang berbeda namun semua orang memiliki harapan yang sama yang selalu diimpikan untuk menjadi kenyataan. Yaitu sebuah keberhasilan.  Masih teringat dibenakku kalimat yang sempat dikatakan oleh mantan Presiden Republik Indonesia (Bung Karno) dalam buku sejarah yang pernah ku baca. Beliau mengatakan “bercita-citalah engkau setinggi langit, maka kamu akan jatuh diantara bintang-bintang”. 


     Hembusan angin dari celah jendela mengingatkanku tentang cita-cita yang kuimpikan sejak kecil. Aku mempunyai cita-cita yang sangat tinggi dan sangat banyak. Aku selalu berharap salah satu cita-cita itu akan menjadi kenyataan. Aku bercita-cita menjadi seorang guru, dosen, sekertaris gubernur, counselor, psikolog atau psikiater yang menangani masalah kejiwaan. Tapi diantara semua itu aku sangat berambisi untuk menjadi seorang guru atau seorang counselor (guru bk). Mimpi mulia menjadi seorang pengajar itu tumbuh sejak kecil. Berawal dari kegemaranku yang sejak kecil sangat suka sekali menulis, membaca dan mengajarkan ilmu yang baru saja ku pelajari kepada ayah dan ibu atau berbagi ilmu dengan teman-teman sebayaku yang membutuhkan bantuanku. Setelah menginjak masa SMP dan SMA aku mulai sering dimintai pendapat oleh teman-teman tentang masalah yang mereka alami. Dan kebetulan mereka juga sering sependapat dengan apa yang ku sarankan. Sejak saat itu aku selalu bermimpi menjadi seorang counselor atau pakar psikologi untuk membantu memberi saran terhadap masalah orang lain. Ketika ayahku bertanya tentang cita-cita, spontan aku yang saat itu baru duduk di sekolah dasar menjawab ingin menjadi seorang guru. Jawaban itu pun terus saja ku ulang-ulang kepada siapapun yang bertanya tentang cita-citaku. Cita-cita itu pun terus menjadi mimpi yang selalu tumbuh dalam diriku. ayahku pernah berkata kepadaku jika ingin menjadi seorang guru maka aku harus bisa merajutnya sejak kecil, aku harus terus berusaha menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh untuk memberikan nilai yang baik. Dan sejak berada di sekolah dasar aku berusaha merajutnya. Walaupun aku tidak terlalu pintar tetapi aku selalu masuk rangking 5 besar. Pernah rangking 2, 3 ,4 dan 5. Bahkan aku pernah merasakan menjadi rangking 1 saat aku duduk dibangku SMP dan saat SMA pun aku juga selalu memberikan yang terbaik untuk kedua orang tuaku dengan tetap berada pada peringkat 3, 4, ataupun 5. Aku selalu berharap itu menjadi modalku dan menjadi awal yang baik untuk masa depanku nanti. Tentu saja semua itu tidak ku dapat dengan mudah. Penuh kerja keras, usaha dan doa untuk meraihnya. Aku bukanlah seorang anak yang hidup dalam keluarga dengan taraf ekonomi yang tinggi.  Aku berasal dari keluarga yang sederhana. Namun aku sangat bersyukur karena aku memiliki orang tua yang lengkap. Namaku Pricilla Nurul Asyifa. Aku terlahir dari rahim seorang ibu yang sangat kuat dan dinafkahi oleh sosok ayah yang sangat hebat.  Mereka adalah inspirasi dan motivasiku dalam segala sesuatu. Mereka adalah dua insan manusia yang tak pernah lelah berjuang untukku. Mereka bekerja keras demi membiayai sekolahku. Begitu besar harapan mereka untuk melihatku tersenyum saat aku berhasil menggapai cita-cita.


     Aku selalu berusaha sekuat batu karang untuk menjalani kehidupanku. Aku tidak ingin kesederhanaan hidup menjadi halangan untuk meraih prestasi, cita-cita dan masa depanku. Apalagi yang dapat ku berikan untuk kedua orang tuaku. Aku tak mungkin bisa membayar semua perjuangan kedua orang tuaku. Perjuangan yang tak akan mampu dinilai dengan rupiah atau apapun. Kecuali memberikan kebahagiaan untuk keduanya dan mengatakan kalau mereka berhasil mendidikku menjadi orang yang berguna dan berhasil meraih cita-cita.


     Ibu adalah wanita tangguh yang sangat menyayangiku dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun. Tiap aku mengingat matanya aku dapat merasakan harapan dan doa untukku. Begitupun dengan sosok ayah yang sangat kuat, ayah selalu bekerja keras untuk menafkahi keluarga, memenuhi kebutuhanku dan membiayai sekolahku tanpa mengenal lelah. Terik matahari kini telah menjadi teman ayah walaupun panasnya terus membakar tubuh. Hujan pun bukan lagi menjadi hambatan untuknya demi memberikan yang halal untuk keluargaku. Ayah dan Ibu selalu berharap agar aku dapat sekolah dengan benar dan dapat meraih cita-cita agar dapat merubah hidup menjadi lebih baik. Segala usaha dan perjuangan ayah dan ibu yang sangat besar menjalani sulitnya kehidupan demi membiayai sekolahku seakan menjadi bukti besarnya harapan agar aku dapat terus mengejar cita-cita.


     Aku menghela nafas panjang dan ku hembuskan perlahan. Air mataku pun mulai menetes, seakan mata ini merasakan apa yang sedang aku pikirkan. Aku mulai tersadar akan usiaku yang semakin dewasa dan aku telah berada dipertengahan kelas XII yang menandakan tak lama lagi aku akan mulai meniti jalan serius menyongsong masa depan. Namun bukan hal yang mudah dan biaya yang murah untuk dapat menuntut ilmu dan meraih semuanya. Semua butuh usaha dan kerja keras untuk menghadapi rintangan demi meraih segala impian. Aku juga tak ingin mengecewakan segala kerja keras ayah dan ibu untuk membiayai sekolahku yang tidak sedikit agar aku dapat meraih cita-cita.


Cita- cita bagaikan gunung berapi yang tinggi dan puncaknya adalah masa depan.

Mampukah seorang aku mendakinya?

Mampukah seorang aku tetap berdiri tegak saat melewati kerikil-kerikil rintangan?

Sanggupkah aku bangun saat aku terpeleset dan tetap berjuang meraih puncaknya menjadi seorang hero?

Ya, hero bukan hanya seorang yang mampu berjuang dimedan peperangan, tapi  juga berjuang mencapai masa depan yang lebih baik dari titik nol atau bangkit dari keterpurukan.


     Jika kehidupan adalah roda yang senantiasa berputar, bagaimana jika aku berada di bawah, Saat aku terinjak dan tertindih? Aku takut diriku mengecewakan orang-orang yang mendambakan keberhasilanku untuk meraih impian , cita-cita dan masa depan yang indah.


Tapi jika aku berhasil sampai dan mampu meraih puncaknya,  mampukah seorang aku tetap mengingat perjuanganku, agar aku tidak jatuh dalam kawah kekufuran?

Bisakah aku menghargai hidup orang lain agar aku tidak terpeleset dalam kawah kesombongan?

Dan sanggupkah aku adil pada kehidupanku agar aku tidak masuk kedalam kawah panas yang dapat menghancurkanku?

Air mataku mulai menetes sedikit demi sedikit. Mata ini seakan merasakan pertanyaan yang terus saja menghantuiku.


     Rasanya aku ingin segera sukses, memiliki uang yang banyak dan hidup mewah. Dengan begitu aku bisa membahagiakan orang tuaku. Jika mungkin bisa, aku ingin langsung bekerja di sebuah sekolah swasta menjadi seorang guru atau duduk dikantor menjadi seorang psikologi terkenal. Aku ingin cita-citaku segera tercapai tanpa perlu bersusah payah. Aku selalu berdoa agar Tuhan mendengar segala doaku. Aku kembali sadar dalam ingatanku. Kulihat jam dinding telah menunjukkan pukul 11 malam. Kuhapus air mataku. Aku tak ingin isak tangis membangunkan kedua orang tuaku yang sudah tidur. Aku kembali menarik selimut dan berdoa. Ku pejamkan mata ini untuk beristirahat.


     Pagi ini awan sedang absen memayungi bumi. Matahari dengan merdekanya mewarnai indahnya bumi pertiwi. Ku jalani rutinitas harianku untuk menuntut ilmu. Kulangkahkan kakiku menuju ke sekolah. Jalanan terlihat sangat sepi karena hari ini aku pergi lebih awal dari biasanya. Otakku serasa penuh. Cita-cita terus saja membayangi pikiranku. Andai Tuhan mendengar doaku mungkin sekarang aku sudah sukses tanpa perlu bekerja keras dan bersusah payah. Di sela perjalanan ke sekolah. Aku berhenti sejenak melepas lelah. Aku bertemu seorang kakek tua yang tengah duduk dibawah pohon.

“permisi kek, sedang apa disini?” aku menyentuh pundak renta sang kakek.

“kakek sangat lelah dan lapar nak”. Sahutnya memelas.

“kebetulan aku membawa bekal air dan kue”. Aku menyodorkan kue dan botol minuman yang baru kuambil dari dalam tas.

“terima kasih nak”. Kakek pun menerimanya.

“sama-sama kek”.

“kenapa kamu terlihat murung nak”. Tanya kakek seakan dapat membaca raut wajahku yang kusut.

“ah, tidak apa-apa kok kek, kalau begitu aku pergi dulu ya kek”. Aku beranjak meninggalkan sang kakek yang masih menikmati kue pemberianku.

“tunggu nak !”. seru kakek menghentikan langkahku.

Aku menoleh sang kakek yang belum beranjak dari duduknya. Ku langkahkan kaki ini untuk segara menghampirinya.

“mungkin kamu membutuhkan ini”. Kakek merogoh tas lusuhnya.

“ lampu ? untuk apa ini kek?” tanyaku heran.

“nak ini adalah lampu ajaib, jika kamu mengusap dengan tangan sebelah kanan, maka kamu akan sampai pada saat dan keadaan yang kamu inginkan”.


     Aku menerima lampu tersebut . aku masih tidak mengerti dengan semua ini. Rasanya hati ini masih belum yakin. Aku terus memandangi lampu itu namun aku tidak melihat ada yang istimewa. Belum sempat aku mengucapkan terima kasih, sang kakek pun telah pergi entah kemana. Kerena merasa aneh, akupun segera membuktikan kebenaran ucapan sang kakek. Sambil membayangkan keberhasilan diriku lulus tes psikologi, aku mengusap lampu dengan tangan kananku. Dan tiba-tiba aku berada didepan papan pengumuman ujian. Namaku tercantum pada pengumuman kelulusan. aku sangat senang sekali. Aku tidak sabar untuk segera bekerja dikantor menjadi seorang psikologi terkenal. Aku pun kembali mengusap lampu dengan tangan kananku dan dalam sekejap aku telah berada dalam sebuah kantor yang sangat besar dan mewah. Aku sangat senang sekali, bahkan lebih senang dari sebelumnya. Kini  telah menjadi kebiasaanku mengusap lampu dengan tangan kananku untuk mempercepat waktu dan menghindari kesulitan dalam segala hal.


     Secepat dan semudah mengusap lampu, aku pun berubah menjadi tua dan menjelang ajal. Aku sangat menyesal terhadap diriku sendiri. Betapa singkat dan hambarnya kehidupanku, tidak ada yang istimewa dengan semua yang kudapatkan. Semua terasa mudah dan tak berarti, berlalu pun begitu cepat. “Andai saja jika lampu ini dapat mengembalikanku pada masa lalu” ucapku lirih dalam hati. Aku hanya bisa terus menangis. Dengan putus asa aku kembali mengusap lampu dengan tangan yang berbeda. Aku mengusapnya dengan tangan kiriku. Dan tiba-tiba aku mendengar suara ibu yang sangat kencang terus memanggil-manggilku. Aku mengusap kedua mataku. Ternyata aku sedang bermimpi. Aku segera membalas panggilan ibu dan ku lihat jam dinding ternyata telah menunjukkan pukul 10 pagi. Untung saja hari ini adalah hari libur.


     Aku merasa sangat senang dan bersyukur kalau semua itu hanya mimpi. Aku berjanji pada diriku sendiri akan tetap berusaha dan menikmati setiap proses perjuangan untuk meraih apa yang selalu menjadi cita-cita dan impianku. Keinginan untuk sukses adalah impian setiap orang namun akan lebih bermakna apabila kita merasakan setiap proses  usaha dan kerja keras untuk meraihnya.


“Mereka yang menyambut tantangan adalah mereka yang memberi ruang pada cita-cita & impian untuk menjadi kenyataan.”


& The end &



Penulis : Ernis Erlina

Unsur Instrinsik Cerpen

Tema : Cita -Cita

Tokoh & penokohan :

Pricilla Nurul Asyifa : (baik, optimis, cengeng, sedikit egois, ramah & sabar)

Kakek : (baik,ramah)

Ibu : (baik)

Latar  :

            Tempat :  (dirumah,dikamar,dijalan, dikantor)

            Waktu :  (malam hari, pagi hari )

            Suasana : (menyenangkan, mengharukan, menyedihkan )


Alur : maju mundur


Sudut pandang : orang pertama pelaku utama


Amanat : Jangan mudah putus asa dalam meraih cita-cita agar kita dapat menghargai setiap proses perjuangan yang kita lakukan

Penulis blog

Tidak ada komentar