BERITA CERITA PENDIDIKAN

Sejarah Kerajaan Samudra Pasai Sebagai Pusat Peradaban dan Kebudayaan di Nusantara

MEDIA24
Agustus 11, 2021
0 Komentar
Beranda
BERITA
CERITA
PENDIDIKAN
Sejarah Kerajaan Samudra Pasai Sebagai Pusat Peradaban dan Kebudayaan di Nusantara

Peradaban dan Kebudayaan

Kata Peradaban dan Kebudayaan Sangat sulit untuk kita membedakan makna dari kedua kata tersebut karena memiliki makna yang hampir serupa, Menurut keterangan Dr. Badri Yatim, M.A. dalam bukunya yang berjudul  “Sejarah Peradaban Islam”. (Dalam perkembangan ilmu antropologi, kedua istilah  tersebut berbeda. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat dalam suatu masyarakat. Sedangkan Peradaban adalah manifestasi-manifestasi  kemajuan mekanis dan teknologis. kebudayaan lebih banyak direfleksikan  dalam seni, sastra, religi (agama) dan moral,  maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi).

Kemudian keterangan  Prof. Ali Hasimi  dalam bukunya “Kebudayaan Aceh  dalam Sejarah” memberikan definisi tentang kebudayaan sebagai berikut, “Kebudayaan yang menjelma dari serba kebutuhan manusia adalah manifestasi akal budi dan hatinurani manusia, sehingga dengan demikian kebudayaan berarti :

a.       penjelmaan akal,

b.      penjelmaan rasa,

c.       penjelmaan cita.

Keterangan diatas kiranya sudah cukup untuk menyentuh arah dari tulisan ini yang terfokus pada Kerajaan Samudra Pasai di Aceh.

Kerajaan Samudra Pasai sebagai pusat peradaban

Keberadaan Kerajaan Samudra Pasai (abad 13 M)  sebagai kerajaan Islam  pertama telah menjadi suatu pusat peradaban di Nusantara dalam langkah-langkah pengembangan agama Islam  pada masa pemerintahan Malikus Saleh dan penerusnya yang  telah membuahkan hasil gemilang dengan berdirinya beberapa kerajaan Islam di pulau Jawa. Samudra Pasai  tidak saja menjadi pusat niaga yang disinggahi oleh para pedagang yang datang dari India, Parsi, Arab  dan Cina tetapi  juga menjadi peradaban dan pusat pendidikan Islam.

Setelah kerajaan Islam ini berdiri, perkembangan masyarakat muslim di Malaka makin lama makin meluas dan pada awal abad ke-15 M, di daerah ini lahir kerajaan Islam, yang merupakan kerajaan Islam kedua  di Asia Tenggara. Ibnu Batutah seorang pengembara asal Maroko pada tahun 1345 mengunjungi Pasai  dalam perjalanannya   dari  Delhi ke Cina pada masa pemerintahan Sulthan Malik Al-Zahir.  Ibnu  Batutah menyatakan bahwa Islam sudah hampir satu abad lamanya disiarkan disana.  Ia meriwayatkan kesalehan, kerendahan hati, semangat keagamaan rajanya yang seperti rakyatnya,mengikuti mazhab Syafi’i . Berdasarkan beritanya pula. Kerajaan Samudra Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpul para ulama-ulama dari berbagai negeri Islam untuk mendiskusikan berbagai masalah keagamaan dan keduniaan.

Sebelumnya  tahun 1292 pada masa pemerintahan Sulthan Malikus Saleh telah singgah pula di Samudra Pasai seorang pengembara bangsa Venecia yang banyak menghabiskan waktunya di Mongolia dan Cina. Sementara Cheng Ho penjelajah bangsa Cina yang beragama Islam juga pernah singgah di Kerajaan Samudra Pasai (antara tahun 1413 – 1415 ) dia menyerahkan sebuat lonceng besar  yang kemudian dinamakan ‘Cakra Donya” kepada Sulthan Aceh.   Demikian ketenaran Samudra Pasei masa itu yang menarik minat para penjelajah dunia  untuk  menyinggahinya.

Gambaran mengenai kemajuan Pasai oleh Dr. Badri Yatim, MA disebutkan  bahwa dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini tidak mempunyai  basis agrararis. Basis perekenomiannya  adalah perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan  dan pelayaran itu merupakan sendi-sendi  kekuasaan  yang memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dalam pajak  yang besar. Tome Pires menceritakan, di Pasai ada mata uang dirham. Dikatakannya bahwa setiap kapal yang membawa barang-barang dari barat dikenakan pajak 6 %.  Samudra Pasai pada waktu itu ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonomi,  memang merupakan  suatu daerah yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang sangat penting. Adanya mata uang dirham di Samudra Pasai pernah diteliti oleh H.J. Cowan untuk menunjukkan bukti-bukti sejarah raja-raja Pasai. Mata uang tersebut menggunakan nama –nama Sulthan yang memerintah kerajaan

Kemasyhuran Samudra Pasai yang mengandalkan perniagaan maritim telah mengundang perhatian pihak lain untuk menguasai Samudra Pasai dan menjadikan daerah taklukan mereka.  Dalam masa pemerintahan Sulthan Zainal Zainul Abidin Malikuz Zahir kerajaan Mojopahit menyerang Pasai  dibawah pimpinan Patih Nala, dengan bekerja sama dengan kerjaan Siam, dimana dengan tipu daya yang licik utusan Raja Siam menculik Sulthan Zainul  Abidin. Karena tidak tahan peperangan yang dilakukan   rakyat/tentara, akhirnya bala tentara Majapahit terpaksa meninggalkan Pasai, dengan membawa sejumlah tawanan,  tawanan mana kemudian menjadi pembawa Islam pertama ke pulau Jawa.

Apa yang telah dicapai oleh Kerajaan Samudra Pasai  dimasa kejayaannya merupakan manifestasi dari sebuah peradaban yang diserap ketika Islam telah menjadi agama yang  yang diyakini oleh orang-orang Aceh. Kemajuan Samudra Pasei disamping pemerintahan yang kuat juga memilik lembaga-lembaga yang teratur,  ekonomi yang stabil,  ilmu pengetahuan yang berkembang ditandai dengan banyaknya ulama dan penuntut  ilmu yang datang mengajar dan belajar di Kerajaan Samudra Pasai.  Setiap permasalahan agama yang timbul  di kerajaan-kerajan Islam di Jawa dan Malaka kerap kali meminta fatwa dari ulama-ulama  Pasai.

Setelah jatuhnya Pasai ke tangan Portugis pada tahun 1521 maka pusat peradaban pun berpindah ke kerajaan Aceh Darussalam dibawah pemerintahan sulthan-sulthan yang kuat dimasa itu.  Sementara ada pula putra-putra Pasai yang meninggalkan tanah kelahirannya pergi merantau ke Jawa salah satu diantaranya adalah Fatahillah atau dengan nama lain Syarif Hidayatullah yang menjadi Panglima Perang Kerajaan Islam  Demak. Setelah tiga tahun dikuasai Portugis,  Pasai  dapat dibebaskan dari cengkraman Portugis kemudian disatukan dalam pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam.

Sulthan-sulthan Kerajaan Samudra Pasai :

KERAJAAN SAMUDRA/PASAI

433- 831 H  – 1042 -1427 M

Tahun Kekuasaan

 

Nama  Sulthan

Hijriyah

Miladiyah

433 – 470

1042 – 1078

Maharaja Mahmud Syah  (Meurah Giri)

470 – 527

1078 – 1133

Maharaja Mansyur Syah

527 – 550

1133 – 1155

Maharaja Khiyassyuddin Syah

550 – 607

1155 – 1210

Maharaja Nurdin Sulthan      Al-Kamil

659 – 688

1261 – 1289

Sulthan Malikus Salih

688 – 725

1289 – 1326

Sulthan Muhammad Malikud Dhahir

725 – 750

1326 – 1350

Sulthan Ahmad Malikud Dhahir

750 – 796

1350 – 1394

Sulthan Zaulabidin Malikud Dhahir

796 – 801

 Maharaja Nagur Rabath Abdul kadir  Syah

801 – 831

1400 – 1427

Nihrasiyah Rawangsa Khadiju

1513

Sulthan Abdullah

Ali Hasjmi – Kebudayaan Aceh Dalam Sejarah

 

 

Penulis blog

Tidak ada komentar