Aceh merupakan daerah yang memiliki banyak tradisi. Salah satunya adalah tradisi “Teut Apam”, atau dalam bahasa Indonesia adalah bakar apam. Tradisi Teut Apam biasanya dilakukan pada bulan Rajab kelender Hijriah. Dan di daerah Aceh tertentu Teut Apam ini juga dilakukan apabila ada sanak saudara yang meninggal. Tradisi Teut Apam ini memiliki nama lain yaitu Khauri Apam.
Apam merupakan makanan tradisional khas Aceh. Makanan ini seperti serabi. Apam ini terbuat dari tepung beras, santan kelapa, garam dan air putih. Nama apam merupakan dari bahasa Arab yaitu Afwan yang bermakna memaafkan.
Khanduri Apam ini awal mulanya berasal dari seorang Sufi yang sangat miskin dari Tanah Suci Mekkah, yang bernama Abdullah Rajab. Ia merupakan seorang zahid yang taat pada agama Islam.
Abdullah Rajab hidup sebatang kara. Saat ia meninggal tidak ada sebiji kurma pun yang dapat di sedekahkan kepada orang. Sehingga masyarakat sekampungnya memasak apam di rumah masing- masing untuk di sedekahkan. Masyarakat sekampungnya membuat apam karena tidak memerlukan banyak bahan untuk membuatnya.
Tradisi Teut Apam ini sering diadakan didaerah Aceh yang masih banyak masyarakat asli suku Aceh. Namun, untuk daerah Aceh yang sudah banyak suku pendatangnya tradisi ini hampir tidak ada dilakukan.
Tetapi didaerah perkotaan seperti Kota Langsa, ada salah seorang warga yang masih melaksanakan tradisi Teut Apam ini yaitu seorang ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di gampong Paya Bujok Teungoh, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa yang bernama Aida Wati.
Aida Wati ini sudah melakukan tradisi ini sejak turun temurun dari keluarganya. Setiap tahunnya beliau melakukannya pada saat Buleun Apam. Dimana pada bulan Rajab di Kalander Hijriah di sebut dengan Buleun Apam sesuai Almanak Aceh. Walaupun pada tahun itu beliau hanya memiliki sedikit rezeki tetapi tetap melakukan tradisi tersebut untuk di bagikan kepada tetangganya walaupun apam yang dibuatnya hanya sedikit.
“Dahulu pada saat orang tua saya masih hidup, kami melakukan tradisi ini dengan gotong royong bersama- sama dengan para tetangga. Seminggu sebelum tradisi ini kami laksanakan, biasanya kami mengumpulkan beras kesetiap tetangga yang mau berpartisipasi dalam melestrikan tradisi ini, setelah beras terkumpul kami membawanya ke tempat penumbukkan beras agar menjadi tepung.” Pungkasnya.
“Pada hari dimana apam mulai diteut (dibakar) biasanya kami kukur kelapa untuk membuat adonannya dan untuk kuahnya. Biasanya kami bakar apamnya bersama- sama berderet- deret duduk di lantai dan dibakar di kompor minyak tanah. Setelah Apamnya selesai dimasak kami makan bersama- sama.” Tuturnya lagi.
Setelah orang tuanya meninggal Aida Wati melakukan tradisi itu sendiri namun tepung yang digunakan sekarang tidaklah tepung yang ditumbuk sendiri namun tepung yang dibeli dipasar. Pada saat membakar apamnya pun beliau hanya dibantu oleh tetangganya dan anak- anaknya.
Aida Wati berharap jikalau dirinya sudah meninggal anak- anaknya dapat melestarikan tradisi Teut Apam ini, karena merupakan Tradisi Aceh dan Tradisi Keluarga mereka sejak turun temurun.
Tradisi Teut Apam yang dilakukan oleh Aida Wati hanya dilakukan pada bulan Rajab atau Buleun Apam Saja. Sebenarnya tradisi ini di daerah Aceh yang lain dilakukan saat ada kematian karena konon katanya Apam ini bisa menjadi payung diakhirat nanti.
Apam ini bisa di makan dengan kelapa yang ditambahkan gula. Dan ada juga yang memakai kuah tuhe. Kuah tuhe ini terbuat dari santan di tambahkan gula dan garam. Lalu di campur dengan pisang dan nangka dan di masak sampai matang. Didalam tradisi ini ada sebuah mitos yang mengatakan bahwa siapa yang memakan Apam yang pertama sekali dibakar akan memiliki banyak anak.
Penulis: Audia Safitri
Tidak ada komentar