Beranda
BERITA
CERITA
DAERAH
INTERNASIONAL
NASIONAL
PENDIDIKAN
Tarim, Kota Seribu Penghafal Al-Qur'an - Catatan Dari Tarim

"Barang siapa yang menjaga dua hal di Tarim, maka aku menjamin ia akan menjadi wali, mata dan hati." (Habib Musthtofa bin Ahmad Al-Muhdhor)


Seorang pelajar indonesia yang menempuh ilmu di kota Tarim membagikan kisah perjalanan nya dalam mengahafal Al-Qur’an di negeri seribu aulia dan juga seribu penghafal Qur’an. yang ditulis dalam buku berjudul Catatan Dari Tarim di terbitkan oleh Najhati Pena. berikut kisah nya :

Semenjak kecil, aku sama sekali tak pernah mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang hafidz Qur'an, membayangkan ajak ngak pernah. Semua bermula dari sebuah harapan ummiku. Aku masih ingat, waktu itu di teras rumah beliau curhat.

"Ummi pengen punya anak yang hafal Al-Qur'an. Salah satu dari kalian kelak harus ada yang menghafal Al-Qur'an, biar bisa menjadi pemberi syafaat bagi keluarga kita kelak di hari kiamat".

“Kalau begitu biar adik Amal aja, Mii”. Aku menyodorkan nama adik perempuanku yang nomor dua. Aku sama sekali ngak tertarik dan ngak berminat. Khatam Al-Qur’an aja Cuma setahun sekali di bulan puasa, gimana mau ngafalin?

Beberapa tahun kemudian ekspektasi ummiku itu mulai menjadi realita. Tahun 2012, Allah ‘mendamparkanku’ di Kota Tarim. Dan jurusan yang aku ambil di sini menuntutku untuk menghafal Al-Qur’an selain itu Kitab Riyadhusshalihin yang wajib di hafal juga, setiap hari satu halaman. Dengan metode itu, hafalan Qur’an ku khatam pada tahun ke empat aku di Tarim. Tanpa perjuangan yang heroik, dramastis, dan menegangkan. Gitu-gitu aja, tau-taunya sudah khatam. Hehehe.

Adik perempuan yang aku tunjuk namanya waktu itu datang ke Tarim dua tahun kemudian. Meski begitu dia khatam menghafal Qur’an lebih cepat dari aku. Di tahun itu juga dia khatam, hanya dalam hitungan bulan. Itu karena dia masuk jurusan yang hanya fokus ngafalin Qur’an saja. Guru pembimbingnya adalah Ustadzah dari Suriah. Santriwati nya Syaikh Said Ramadhan Al Bouthi.

Sedangkan Adikku yang bernama Ibrahim sampai sekarangmasih disini, sebentar lagi hafalannya juga khatam, tinggal beberapa juz saja. Yang diharapkan Cuma satu, tapi Allah malah kasih tiga. Karena itu, jangan pernah meremehkan harapan seorang ibu, sekali berharap apalagi sampai berdoa seribu impian pun bisa di gapai begitu saja. Seperti yang diamini para ulama. Niat dan harapan tulus itu adalah kunci pembuka tujuh puluh pintu taufiq dan pertolongan Allah.

Jadi bisa di bilang kami ini adalah ‘korban’ dari keberkahan harapan tulus seorang ibu, dan tentunya ‘korban’ keberkahan kota Seribu Wali ini.

Sedari dulu, Tarim memang dikenal sebagai ‘surga’ bagi para penghafal Al-Qur’an. Hampir semua ulama Tarim yang diceritakan sejarahnya dalam Kitab Al-Masyra’ Arrawi, biografi mereka diawali dengan Wulida Fii Tarim Wa Hafidza Al-Qur’an Al-Karim (dilahirkan dan menghafal Al-Qur’an di Tarim).

Di Tarim, menghafal Al-Qur’an bukanlah sebuah prestasi yang heboh dan keren. Mungkin saking banyaknnya penghafal Al-Qur’an di Tarim. Sedari kecil, bocah-bocah Tarim sudah diwajibkan menghafal Qur’an di Qubbah Abu Murayyim, tempat ngafalin Qur’an yang legendaris itu, atau di cabang-cabangnya yang tersebar di masjid-masjid yang ada di Tarim. Jadi jangan heran kalai di Tarim penghafal Qur’an itu keliatan biasa-biasa aja. Sopir taksi, tukang kayu, tukang jual baju, sampai-sampai penjaga toko banyak dari mereka adalah hafidz Qur’an.

Bahkan seperti yang sering diceritakan Syaikhina Habib Umar di Tarim pernah ada seorang Ummy (ngak bisa membaca dan menulis) yang hafal Al-Qur’an. Gara –garanya dia rajin hadir di Masjid Saggaf untuk mendengar Hizb para penghafal Qur’an. Hizb ini mirip seperti Muraja’ah hafalan Qur’an bersama, begitu terus secara bergantian.

Baca Juga : Menyambut Tahun Baru Islam 1443 H, Dayah Amal Gelar Wirid Yasin Bersama

Juga diceritakan oleh Habib Umar, ada seorang awam tukang buat kopi yang rajin ikut tadarusan Qur’an bersama Habib Alwy Bin Shihab pada waktu Tahjjud di Masjid Assurur selama lima puluh tahun. Dan sama sekali tidak pernah absen meskipun satu malam.

“Itu baru orang awamnya”. Habib Umar mengomentari kisah itu. “Gimana ulama-ulamanya?”

Bagi ulama-ulama Tarim, Al-Qur’an seakan sudah mendarah danging dalam diri mereka. Di sini ada seorang ulama yang punya kebiasan unik waktu tidur yaitu nglindur Al-Qur’an. Ketika tidur ia membaca Al-Qur’an tanpa ada salah satu huruf pun. Hebatnya lagi, di malam kedua ia akan membaca terusan dari halaman yang telah ia baca di malam sebelumnya. Begitu seterusnya sampai-sampai ia mengkhatamkan Qur’an pada waktu tidur sebanyak ratusan kali.

Tarim juga pernah mempunyai Habib Muhammad Bin Hasan Jamalullail, yang di bulan Ramadahan gak pernah baca Qur’an ketika berpuasa, alasannya karena waktu bca Qur’an saking nikmatnya ia merasakan madi di mulutnya. Karena takut puasanya kurang sah, akhirnya beliau hanya membaca Qur’an di malam hari.

Untuk jumlah khataman Qur’an perharinya, ulama-ulama disini nyaris tak tertandingi. Al-Imam Abdurrahman Assegaf moyang para Ahlu Bait bermarga Assegaf punya angka khataman yang mencengangkan. Setiap harinya beliau bisa mengkhatamkan Qur’an sebanyak delapan kali. Empat kali di siang hari hari dan empat kali di malam hari.

Ada dua ulama yang mempunyai jumlah khataman yang sama, Ibnu Katib : disebutkan Imam Nawawi dalam Attibyan dan Abu Abdillah Assalmi: disebutkan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nataij Alafkar. Bahkan seperti yang dituturkan Habib Umar, ada salah satu Habaib dari Wadi ‘Amd yang rajin mengkhatamkan Qur’an enam belas kali sehari. Delapan kali di siang hari dan delapan kali di malam hari. Namanya Habib Muhammad bin Shaleh Al-Athas, ulama yang sezaman dengan Habib Ali Al-Habsy.

Baca Juga : 189 Napi Lapas Kelas IIB Idi Mendapatkan Remisi di Hari Perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-76 Tahun

Melihat angka-angka itu, aku merasa sangat berdosa jika mengingat yang dulu pernah berbangga kalau khatam Qur’an sekali saja di bulan puasa.

Untuk antum-antum yang ingin menghafal atau sekedar menguatkan hafalan Qur’an di Tarim, Darul Madinah bisa menjadi pilihan yang sangat tepat. Darul Madinah ini adalah cabang dari Darul Mustafa yang hanya difokuskan untuk hafalan Qur’an. Isinya adalah pelajar-pelajar terpilih yang di targetkan untuk mengkhatamkan hafalan Qur’an dalam jangka sepuluh bulan, dari Syawal sampai Rajab. Letaknya di Taim juga, tepatnya di ujung kiblat distrik Aidid.

Disini juga ada dua hal yang konon bisa cepat mendatangkan futuh dalam menghafal Qur’an : ngafalin Qur’an di Qubah Abu Murayyim atau ikutan Hizb Qur’an di Masjid Assegaf.

Kota ini memang memiliki cuaca yang panas dan terik, tapi dengan adanya ribuan penuntut ilmu dan penghafal Al-Qur’an dari seluruh penjuru Bumi, ditambah keberadaan ribuan ulama dan Auliya berwajah tenang dan teduh. Mereka yang bagaikan hujan yang menyirami setiap tempat yang mereka singgahi. Tarim tetap bisa menjadi kota yang tenang, sejuk, mendamaikan dan menentramkan untuk siapa saja.

 

Dikutip dari buku yang berjudul Catatan Dari Tarim oleh Ismael Amin Kholil


Penulis blog

Tidak ada komentar