Hadirnya pandemi COVID-19 telah membawa perubahan terhadap dunia dengan berbagai tantangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Di Indonesia, COVID-19 telah menjangkiti lebih dari 1,3 juta orang sejak kasus pertama diumumkan pada bulan Maret 2020, setidaknya 35.000 orang telah meninggal dunia. Namun, upaya untuk menghambat penyebaran virus COVID-19 telah menghambat kegiatan perekonomian dan dampaknya terhadap tingkat kesejahteraan sosial semakin dirasakan masyarakat. Setelah menunjukkan pencapaian penurunan kemiskinan beberapa tahun belakangan ini, tingkat kemiskinan kembali meningkat setelah pandemi COVID-19.
Kisah yang akan diangkat
kali ini berasal dari salah satu pengusaha kecil di desa Rantau Pauh, terletak
di Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh. Desa rantau pauh menyimpan
sosok inspiratif dari salah satu Pengusaha kecil yang menjadi bagian dari
pergerakan ekonomi di Indonesia. Sebut saja ia bang lilik, meski diterpa badai
krisis ekonomi, hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk melakukan
resiliensi dan bertahan menjadi penopang perekonomian. Resiliensi merupakan
kemampuan seseorang dalam beradaptasi dan mengatasi terhadap setiap masalah
yang terjadi dalam kehidupan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kekuatan
setiap individu untuk terus melanjutkan hidup dengan baik ditengah situasi
genting yang melanda.
Bang lilik adalah salah
seorang pengusaha tahu di Desa Rantau Pauh yang terkena imbas dari adanya
pandemi COVID-19 yang melanda. Pada saat pemerintah mengumumkan penerapan
pembatasan social skala besar ia mulai merasakan dampaknya, muali dari ia memasarkan
tahunya dengan resiko sering tidak habis karena masyarakat yang takut harus ke
pasar, dengan keadaan begitu maka ia berinisiatif untuk mengurangi produksinya agar
ia tidak merugi, yang biasanya memproduksi 75 kg kedelai kini ia hanya dapat
memproduksi 50 kg kedelai perhari.
Bukan hanya terimbas oleh
pandemi saja tetapi ia juga merasakan imbas dari harga kacang kedelai yang
terus melambung yang membuat ia harus putar otak untuk tetap bisa menjalankan
usahanya. Cara yang ia lakukan untuk mempertahankan usahanya ialah dengan cara
ia mengurangi jumlah tahu, yang dulunya ia dapat menjual 1 bungkus tahu dengan
harga Rp.3.000 dengan jumlah isi 8 tahu kini ia menjual dengan harga Rp.3.500
dengan isi 7 tahu. ia memasarkan hasil produksinya sendiri ke
pajak pagi rantau yang merupakan salah satu pasar yang masih berada satu desa
dengan tempat tinggalnya .
Dari kisah bang lilik ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kemampuan seseorang untuk mempertahankan usaha kecil dapat membantu pemulihan perekonomian masyarakat pada masa pandemi COVID-19. Keterbatasan yang ada bukanlah sebuah pembatas untuk tetap bertahan hidup dengan melakukan berbagai upaya yang ada. Selain itu, kreativitas dan dukungan juga dibutuhkan oleh setiap pelaku usaha kecil untuk dapat meningkatkan kualitas produk, mutu penjualan, serta strategi pemasaran yang baik.
(Penulis: M. Diansyah Putra, Mahasiswa KPM Termin II IAIN Langsa Jurusan Ekonomi Syariah)
Tidak ada komentar