Sejarah awal berdirinya Gampong Timbang Langsa diawali dengan masuknya para pekerja diperusahaan PT. Timbang Langsa yaitu pada masa kolonial Belanda pada tahun 1930-an dengan jumlah pekerja lebih dari 300 pekerja yang berasal dari luar wilayah Langsa. Pada saat itu mereka dipekerjakan oleh perusahaan untuk menggarap lahan perkebunan penanaman coklat dan karet yang diproduksi oleh perusahaan.
Masuknya pekerja dari luar wilayah Langsa membuat perusahaan menyediakan perumahan untuk tempat tinggal pekerja, perumahan perusahaan pada saat itu dibagi menjadi beberapa Pondok sesuai dengan wilayah yang ditetapkan oleh perusahaan.
Seiring berjalannya waktu, setelah kemerdekaan para pekerja mengajukan pembebasan lahan yang berada di blok I (sekarang Gampong Timbang Langsa, Dusun Pendidikan dan Dusun Nelayan) untuk pembukaan pemukiman dan disetujui oleh pimpinan perusahaan diarenakan wilayah Blok I adalah lahan garapan yang tidak digunakan perusahaan untuk penanaman.
Saat ini Gampong Timbang Langsa merupakan bagian dari Kota Langsa Kecamatan Langsa Baro. Berdasarkan informasi dari Kepala Desa (Bapak Geuchik) Gampong Timbang Langsa merupakan gampong yang terletak di pinggiran pusat kota yang berbatasan langsung dengan wilayah Aceh Timur.
Gampong Timbang Langsa merupakan salah satu proyek dari pembangunan Kota Langsa yaitu relokasi atau pemindahan pemukiman penduduk. “Di gampong kami ini sudah mengalami kedatangan penduduk baru mulai tahun 2016 sampai saat ini tahun 2022 akibat relokasi. Sekarang ini pun jumlah penduduk pendatang sudah hampir sama banyaknya dengan penduduk asli di Gampong Timbang Langsa.” Ujar Pak Ensari selaku Geuchik Gampong Timbang Langsa.
Jika kita membicarakan relokasi, maka tidak akan lepas pembahasan akan topik perubahan kondisi perekonomian bagi warga relokasi. Seperti contohnya Ibu Trisnawati atau yang akrab dipanggil Ibu Tris yaitu salah satu penduduk wilayah Jalan Rel Kereta Api yang mengalami relokasi pada tahun 2016.
“Ini udah jalan tahun ke-tujuh sejak kami sekeluarga pindah tepatnya sekitar tahun 2016. Sebelum saya pindah kesini saya dulu punya usaha jualan makanan seperti ayam penyet dan lain-lain di sekitar wilayah kampus Univesitas Samudra dan IAIN Cot Kala. Tapi setelah pindah saya tidak berjualan lagi dikarenakan jauh ya lokasinya dari sini.” Ujar Bu Tris.
Beliau juga menceritakan kondisi ekonomi keluarga yang mengalalami perubahan semenjak relokasi. “Saat kami pindah, Gampong Timbang Langsa ini masih sepi sekali karenakan kami warga kloter pertama yang pindah jadi didepan rumah ini masih hutan belantara semua. Jadinya mau buka usahapun gimana ya karena sepi sekali disini saat itu. Untuk makan dan biaya hidup selama itu juga saya mengandalkan kiriman uang dari anak saya yang bekerja di Malaysia,” cerita beliau.
Setelah lebih kurang 6 tahun mengalami perubahan ekonomi, akhirnya 4 bulan belakangan ini beliau menjalankan usahanya kembali yaitu berjualan makanan seperti nasi ayam penyet, nasi goreng, nasi urap dan lain- lain. Bu Tris berujar, “Alhamdulillah Dik sekarang ini sudah stabil karena ini kan udah mulai jualan lagi kira-kira 4 bulan. Sekarang sudah ramai karena banyak penduduk relokasi yang pindah kesini. Disini pun belum ada yang jualannya sama seperti saya ini. Jadi alhamdulillah sekali saat ini pendapatan lebih dari cukup.”
Berbeda dengan Bapak Teguh yang merupakan warga Bantaran Sungai Krueng Langsa yang baru- baru saja pindah kurang dari setahun belakangan ini. “Kami pindah belum lama, karena kami termasuk tahap ke-3 dari Bantaran Sungai Krueng Langsa yang di relokasi.” Ujar beliau.
Beliau juga menjelaskan sebelum pindah beliau menjalankan usaha berdagang bakso di daerah rumahnya. Berbeda dengan Ibu Tris, perekonomian Bapak Teguh tidak mengalami perubahan yang signifikan. “Setelah pindah kami cuma libur seminggu Dik, setelah itu langsung berjualan lagi disini. Kalau untuk pendapatan saya rasa nggak banyak berubah ya, karena sebelum pindah pun rata-rata pembeli juga dari wilayah rumah saya. Dan setelah pindah pun tetangga- tetangga saya juga disini jadi ya tidak ada masalah yang besar di pendapatan.” Cerita beliau.
Maka berdasarkan penuturan dari Ibu Tris dan Bapak Teguh, dapat disimpulkan bahwa relokasi penduduk pada dasarnya dapat berdampak terhadap perekonomian. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena tersebut tidak dapat di pukul rata dikarenakan latar belakang warga yang mengalami relokasi tentunya berbeda- beda.
Ditulis oleh:
Nama : Septia Mulia Hadana
Jenis KPM : KS
NIM : 2012018005
Prodi : Hukum Ekonomi Syariah
Semester : 7 unit 1
Tidak ada komentar