Perkuliahan Online Merupakan Solusi Atau Pelarian Bagi Mahasiswa?

Walies MH
Februari 16, 2022
0 Komentar
Beranda
Perkuliahan Online Merupakan Solusi Atau Pelarian Bagi Mahasiswa?

PENULIS: MARLINDA WATI
Mahasiswa Prodi Hukum Ekonmi syari’ah Fakultas Syari’ah

Perkuliahan online bukanlah sebuah sistem baru dalam dunia pendidikan, melainkan suatu sistem yang telah ada dengan beriringnya perkembangan dunia teknologi. Perkuliahan online atau daring sudah menjadi alternatif yang kian membias di tengah merebaknya virus corona. Pandemi ini menuntut semua lembaga, tanpa pengecualian untuk menggunakan sarana media digital dalam kegiatan belajarnya semaksimal mungkin. Berbagai universitas berlomba-lomba menciptakan cara-cara yang efektif dalam mentransmisikan sistem pengajarannya. Perkembangan teknologi yang kian canggih mengakomodasi dan memobilisasi sistem perkuliahan ini.

 Akan tetapi, ada saja kendala dalam penerapan sistem perkuliahan online ini. Penyebaran jaringan internet yang belum merata ke semua pelosok daerah, membuat mahasiswa yang berdomisili di daerah terpencil, tidak dapat mengakses perkuliahan secara daring ini. Hal ini menjadi sebuah kendala di dalam proses belajar mengajar secara online di masa pandemi ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2019, tingkat penetrasi internet di pedesaan rata-rata 51,91 persen, di perkotaan sebanyak 78,08 persen. Hal ini menunjukkan kualitas jaringan yang rendah dan berdampak pada proses perkuliahan yang “lola” (loading lambat). Efektivitas dan mutu perkuliahan menjadi rendah dan sukar untuk dipahami dengan cepat.

 Belajar dari (di) Rumah: “Solusi atau Pelarian?”
Belajar dari rumah membuat slogan merdeka belajar semakin kelihatan. Apa maksud merdeka dalam konteks belajar dari rumah? Dari fenomena dan kesan umum yang terlihat, proses belajar justru di luar kendali. Belajar dari rumah untuk konteks pelajar SD-SMA adalah liburan. Kita tidak bisa menyangkal bahwa efektivitas kegiatan belajar dengan pantuan jarak jauh oleh para pendidik dan bimbingan langsung dari orangtua hanya berlangsung di pekan awal. Berada di rumah selama pandemi diharapkan tetap produkif dalam belajar.Akan tetapi, kadang-kadang orang justru merasa bebas-merdeka untuk belajar. Dalam hal ini, ia menerapkan prinsip “semau gue.” Belajar dari rumah adalah sebuah tameng yang dipakai untuk menahan tuduhan bahwa selama Covid-19 sistem pendidikan vakum.

 Pada jenjang yang lebih tinggi, seperti Perguruan Tinggi (PT), kebijakan belajar dari rumah ditopang kuat dengan optimalisasi penggunaan sarana teknologi komunikasi. Dari sini, kemudian kita mengenal istilah “belajar online.” Sistem belajar ini diperkuat lagi dengan istilah “e-learning.” Mekanismenya pun sepenuhnya diberikan kepada teknologi. Kuliah online dengan aplikasi “video-conference,” penilaian dan pengiriman tugas dengan sistem online, hingga absensi kehadiran juga dilakukan dengan sistem virtual-online. Dalam sistem belajar berbasis online ini mengandaikan bahwa semua peserta didik dan pendidik paham tentang teknologi dan fitur-fitur yang dioperasikan Jika tidak, masalah baru muncul karena ignorance dalam proses belajar.

 Selama pandemi, pendidikan terasa adanya leap terhitung sejak awal akhir Februari 2020. Pasca instruksi pemerintah untuk belajar dari rumah, bekerja dari rumah, ataupun beribadah dari rumah dan lain sebagainya membuat situasi di Indonesia menjadi beda. Hal ini juga berdampak dalam proses pendidikan. Bagaimana tidak, hampir 100% aktivitas kerja dan sekolah dilakukan dari (di) rumah. Dengan fenomena ini teknologi menjadi penguasa yang membius mata masyarakat. Serba-serbi kehidupan diwarnai oleh dunia online. Absensi, materi pembelajaran, tugas, kuis, ulangan harian, dan berbagai ujian dilakukan dari (di) rumah. Dengan adanya sistem ini seolah semua orang telah pandai dengan sistem daring.

Penulis blog

Tidak ada komentar