Artikel Ditulis Oleh : Nur Fazliani Mahasiswi Hukum Tata Negara, IAIN Langsa (KKN-DR Berbasis Media Sosial) |
Aceh
Tamiang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang memiliki budaya
yang berbeda-beda dengan kebudayaan Aceh lainnya. Nuansa adat melayu lebih
mendominasi di daerah ini, mulai dari tari-tarian, bahasa, kesenian,
adat-istiadat serta keragaman lainnya. Aceh Tamiang juga memiliki kesenian yang
beragam antara lain: seni tari, seni berpantun, seni bela diri, seni musik dan lainnya.
Salah satu seni tari yang berasal dari Aceh Tamiang yaitu bernama Ula-Ula
Lembing.
Ula-Ula
Lembing tumbuh mekar di daerah pesisir didalam lingkungan kerajaan Bendahara
yang masa kerajaannya diawali menjelang abad ke (XII) M. Demikian juga aceh
tamiang yang tidak luput dari masuknya pengaruh budaya dan aliran kepercayaan.
Sebanding melalui perkembangan dan perluasan pengaruh jiwa dan keyakinan ajaran
Islam dikalangan rakyat, maka pengaruh islam turut menjiwai kebudayaan
masyarakat baik yang bersifat adat maupun kesenian.
Tarian
Ula-Ula Lembing ini menceritakan tentang seorang pangeran dari kerajaan, yang
memiliki kisah cinta dengan seorang gadis tetapi hubungannya dengan sang gadis
tidak direstui oleh kedua orangtuanya dan masyarakat, karena gadis itu berasal
dari keturunan rakyat biasa. Dan akhirnya sang pangeran mencari cara bagaimana
menemui gadis tersebut dan memberanikan diri menyamar jadi seekor ular yang
mengawasi pantai sampai diterjang ombak, hingga akhirnya tiba di tepian sungai di
tempat kekasihnya berada.
Tarian Ula-Ula Lembing kini berkembang pesat
di daerah Aceh, terutama Aceh Tamiang, karena tarian ini merupakan paduan
antara tari dan iringan lagu-lagu Aceh Tamiang, tarian ini biasanya ditampilkan
sebagai tari adat untuk penyambutan tamu dan upacara-upacara adat dan juga
sering di pergunakan sebagai hiburan pembuka acara perkawinan adat Aceh
Tamiang, Bahkan sampai saat ini taria
ula-ula lembing semakin berkembang dan sering dijadikan sebagai pembukaan ajang
perlombaan festival serumpun melayu.
Tarian
Ula-Ula Lembing dimainkan oleh perempuan maupun laki-laki. Penari yang
memainkan tarian tersebut biasanya berjumlah 12 orang atau lebih. Tari ula-ula
lembing harus dibawakan dengan penjiwaan yang lincah dan ceria. Semua penarinya
menggunakan baju tangan panjang potongan teluk belanga khas tamiang dengan
warna cerah biasanya warna kuning, merah jambu dan hijau, celana warna sama
dengan baju dengan sulaman benang emas di kakinya, diatas celana dipakai model
songket belahan ke belakang serta beragam hiasan lainnya seperti selempang di
bahu menyilang ke pinggang dan tudung kepala yang menggambarkan kekhasan adat
Aceh Tamiang.
Motif tarian ini ditarikan dengan melingkar
meyerupai Ular, dengan gerakan yang lincah dan dinamis serta dibawakan dengan
penjiwaan yang ceria. Tari Ula-Ula Lembing memiliki arti atau makna dalam
setiap gerakannya. Gaya ular menjalar dalam tarian ini melambangkan kelunakan,
kelincahan, kewaspadaan, sedangkan lembing (tombak) melambangkan gaya
ketangkasan, kegesitan dalam menjaga dan membela sesuatu kemungkinan.
Gerakan
tarian ula-ula lembing dibuka dengan suatu upacara pembuka sebagai acara
penghormatan dengan diiringi lagu patam-patam (suatu irama pengantar gerak
tarian dan ketangkasan silat), kemudian dilanjutkan dengan Tunda Deting
(mengayuh dan menunda), dilanjutkan dengan tarian Niti Batang gerak gaya enjut
kedidi (melingkar, gayanya ke didi berjalan), diteruskan dengan tarian
pungku-pungku pangka (melingkar saling berhadapan, tangan dibahu langkah pendek
maju mundur menyamping), Selanjutnya disambung dengan tarian endap-endap bicok
dan sebagai penutup iringan lagu ula-ula lembing beralun-alun lambat (kencah
tebang tabor betih dan salam).
Makna yang terkandung dalam tarian ula-ula lembing yaitu tarian ini menggambarkan tekad seorang pemuda yang memiliki sikap pantang menyerah dalam mengatasi semua halangan dan rintangan yang dihadapi, serta usaha mendapatkan restu dari kedua orangtua untuk berjuang menggapai keinginannya, yaitu menemui dan mendapatkan kekasih idaman hati dalam membentuk rumah tangga.
6 komentar