Aceh Tamiang, 23 November 2022, Mahasiswi kelompok KKN berbasis KS yang berasal dari kampus IAIN Langsa mengunjungi pabrik gula merah di Desa Paya Bedi, Kecamatan Rantau, Aceh Tamiang, dengan izin dari sang pemilik pabrik tersebut. Masyarakat tentunya sudah banyak yang tahu gula merah, namun belum tentu banyak yang tahu bagaimana proses pembuatannya. Salah satunya pabrik gula merah milik bapak Zakaria dan Ibu Eka ini merupakan salah satu dari sekian pabrik gula merah yang berdiri dan beroperasi sejak tahun 2012 di Desa Paya Bedi.
Produksi gula aren memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan, namun potensi tersebut belum dimanfaatkan dengan maksimal. Tanaman aren di Indonesia sudah berlangsung lama pemanfaatannya, namun untuk menjadi komoditas agroindustri agak lama perkembangannya karena sebagian besar tanaman aren yang diusahakan merupakan tanaman yang tumbuh secara alami atau belum dibudidayakan.
Tanaman aren masih diolah dengan cara tradisional dan masih mengandalkan bibit dari pohon aren yang tumbuh secara alami di kebun. Tanaman aren yang paling umum dikembangkan adalah air nira yang kemudian diolah menjadi produk gula aren dan memiliki jangkauan pemasaran yang luas sehingga permintaan pasar sangat tinggi, akan tetapi hasil produksinya masih belum mampu memenuhi permintaan pasar karena kurangnya minat masyarakat untuk mau mengelolanya diakibatkan berbagai macam faktor. Pengembangan industri gula aren selain dapat meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha, juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan secara otomatis bagi siapa saja dan mampu mengurangi tingkat pengangguran.
"Ada 13 karyawan yang bekerja, tetapi terbagi menjadi 4 bagian, 4 di bagian penggilingan tebu, 2 karyawan sebagai sopir dan kernet (yang mengambil bahan baku pembuatan gula seperti tebu, sampah (bahan untuk suguh geni dalam memasak gula), dan 7 orang bagian yang mengambil tebu" kata bapak Zakaria selaku pemilik pabrik tersebut.
Lantas bagaimana cara pengolahan gula merah ini. Menurut Bapak Zakaria, salah seorang pengolah gula merah tradisional tersebut. Pertama-tama dirinya melakukan proses pengambilan air nira dari pohon aren, dengan memanjat pohon itu melalui tangga bambu yang dibuatnya sendiri. Setelah menyiapkan wadah penampung (jerigen), selanjutnya membiarkan air nira menetas hingga beberapa hari.
Setelah berhitung beberapa waktu lamanya, biasanya tiga hari bahkan seminggu lebih, tiba saatnya melihat keadaan wadah penampung untuk mengecek. Ada dua wadah yang disiapkan, satu untuk uapan dan wadah yang menampung khusus air nira. Setelah dipisahkan, lalu air nira tersebut juga cap tikus-nya dibawa turun.
Bapak Zakaria memiliki gubuk untuk memproses air nira menjadi gula merah seperti yang kita kenal dan dijual di pasar-pasar. Gubuknya berjarak sekitar 10 meter dari pohon aren. Disitu beliau membuat gula merah dengan caranya sendiri, yaitu merebus air nira hingga pekat dan menebal berwarna kecoklat-coklatan, hingga masak. Lalu gula merah cair tadi dituangkan ke tempurung kelapa yang sudah didesain dan dibersihkan sedemikian rupa untuk membentuk gula merah siap dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual.
“Yah beginilah kami di sini membuat gula merah dengan cara seperti ini. Batok tempurung kelapa menjadi tempat terbaik untuk mencetak gula merah yang baru dan gurih seperti ini. Silakan dicoba, pokoknya enak, “ Ujar Ibu Eka.
Gula merah yang sudah dicetak dalam tempurung tadi lalu dibungkus dengan daun woka kering. Jumlahnya kalau jadi cukup banyak hingga 30 atau 40 bungkus, tergantung dari kesiapan stok air niranya. Kalau banyak (air niranya), tentu jumlah gula merah yang sudah jadi juga banyak.
Usai mengemas gula merah siap jual, Beliau lalu memisahkan gula merahnya yang mana mau dijual di pasar dan mana yang mau dijual di rumahnya, digantung di rumahnya. Biasanya, kalau banyak tamu-tamu daerah atau orang lagi pulang kampung dan mau balik lagi ke daerahnya masing-masing di tempat kerjanya mencari nafkah, gula merah miliknya tidak sempat lagi ke pasar, sudah habis diborong orang.
Usaha bapak Zakaria dan Ibu Eka ini termasuk dalam usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Oleh pemerintah, usaha bapak Zakaria dan Ibu Eka menjadi target untuk dikembangkan dan dibantu usahanya melalui bantuan pemerintah sebagai stimulus atau perangsang usaha.
Dengan bantuan tersebut, diharapkan UMKM dapat mengembangkan dirinya menjadi sebuah usaha andalan warga desa. Mampu mandiri, memberi kesejahteraan ekonomi untuk dikelola sebagai ladang usaha masyarakat.
Apa saja kegunaan gula merah ini? Gula merah ini sebagai pelengkap untuk membuat kue atau penganan lanjutan yang enak. Ibu-ibu rumah tangga sudah tau itu, adonan kombinasi gula merah ini dibuat antara lain menjadi kue timpan, kue tetu-tetu, kue halua, kue srikaya nasi pulut, dll. Kemudian, dibuat untuk es kopyor, es oyen, es teler, es dawet, es doger, es pisang ijo, es tape, es cendol, , es teh sarang semut, dan sebagainya.
Lebih lanjut lagi ternyata di pabrik pengolahan milik beliau ternyata sudah banyak mahasiswa yang sering berkunjung untuk tugas kuliah bahkan untuk bahan penelitian skripsi. Kegiatan mengunjungi ini diharapkan bisa membuat mahasiswa maupun masyarakat mengetahui bagaimana proses pembuatan gula tersebut serta tambahan wawasan ilmu.
Ditulis Oleh: Aulia Husniati (4022019070) dan Arda Panjaitan (4022019129) (Mahasisiwi Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Langsa), Dosen Pembimbing Lapangan : Dr. Mustamar Iqbal Siregar, MA (Mahasisiwi Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam,
IAIN Langsa)
Tidak ada komentar