Artikel Oleh : Laila Khairani (KKN-DR berbasis Sosial Media) Mahasiswi Bimbingan dan Konseling Islam, IAIN Langsa |
Telaga Tunggal adalah sebuah sumur minyak bumi pertama di Indonesia sekitar tahun 1880. Sumur minyak ini terletak di wilayah Kecamatan Sei Lapan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Untuk menuju ke lokasi tersebut dapat dijangkau melalui jalan darat sejauh 12 km dari kantor camat Sei Lapan dengan melewati jalanan yang bergelombang tanpa aspal dan melalui perkebunan karet dan sawit. Jalanan sepi, tak banyak kendaran atau masyarakat yang lalu lalang kecuali kendaraan yang mengangkut hasil karet dan sawit.
Minyak bumi merupakan suatu campuran cairan yang terdiri dari
berjuta-juta senyawa kimia. Manfaat minyak bumi adalah sebagai salah satu
sumber daya penting. Mulai dari bahan baku industri, bahan bakar kendaraan,
bahan pembuat perabotan rumah tangga, hingga sebagai bahan produk kecantikan
dan kesehatan. Minyak bumi mempunyai peran yang sangat penting dalam
perekonomian Indonesia yaitu sebagai sumber energi untuk kegiatan ekonomi dalam
negeri.
Telaga Tunggal ini ditemukan oleh Aeilko Jans Zijker yang merupakan
seorang ahli perkebunan tembako pada Deli Tobacco Maatschappij, yang baru saja
pindah dari Jawa ke Sumatera Timur. Sumur minyak ini merupakan sumur minyak
pertama secara nasional dan sumur minyak kedua untuk dunia setelah ditemukannya
sumur minyak pertama di kota titus file amerika serikat pada tanggal 27 agustus
1859 oleh timnya Edwin L. Drake dan William Smith dari Seneca Oil Company.
Berawal dari Aeilko melakukan inspeksi, ia menemukan genangan air
bercampur minyak bumi. Sampel minyak tersebut kemudian dibawa ke Batavia untuk
dianalisis. Hasilnya, daerah tersebut memiliki kandungan minyak sebesar 59
persen. Pada 1882 Aeilko, bertolak ke Negeri Belanda mencari dan mengumpulkan
dana dari teman-temannya untuk kebutuhan kegiatan eksplorasi minyak di wilayah Langkat.
Setelah mendapatkan cukup dana, perizinan pun diurus. Setahun kemudian (1883),
ia mendapatkan konsesi seluas 500 bahu (3,5 km persegi) dari Sultan Langkat
saat itu, Sultan Musa. Setelah mendapatkan izin konsesi, kegiatan pengeboran
pun dilakukan.
Pada 17 November 1884, setelah lebih kurang dua bulan melakukan
pengeboran, minyak yang diperoleh sekitar 200 liter, masih jauh dari espektasi.
Pada tanggal 15 Juni 1885 mulai muncul semburan kuat gas dari dalam sumur
beserta minyak dan material lainnya yang mencapai kedalaman 121 meter. Telaga
tunggal ini mampu menghasilkan produksi minyak 180 barrel perhari. Telaga
Tunggal itu sendiri akhirnya berhenti beroperasi pada tahun 1934, ketika jutaan
barel minyak sudah berhasil dikeluarkan dari bumi Langkat melalui sumur Telaga
Tunggal.
Sampai saat ini Telaga Tunggal masih menjadi bukti peninggalan
sejarah dan masih dapat dilihat, walaupun sudah tidak ada lagi pengeboran
minyak di Telaga Tunggal itu. Peningalan pipa besi di dalam sumur minyak yang
masih kokoh, meskipun sudah berusia ratusan tahun. Akan tetapi masih banyak
orang melupakan sejarah tersebut. Seharusnya Telaga Tunggal ini bisa menjadi
wisata edukasi tentang jejak minyak bumi di Nusantara, sebab sejarah
perminyakan pertama di Indonesia dimuali dari Telaga Tunggal ini.
Namun ada beberapa hal yang menjadi perhatian khususnya kondisi masyarakat saat ini didaerah lokasi Telaga Tunggal tersebut, mereka masih kesulitan akan sarana dan prasarana jalan, kemudian mereka juga sangat membutuhkan air bersih. Ketika masyarakat ingin melakukan pengeboran untuk memperoleh air bersih, dipastikan hasilnya mengandung gas dan minyak. Ketika dimusim kemarau masyarakat didaerah ini kesulitan air bersih. Semoga daerah ini nantinya seiring berjalannya waktu bisa menjadi perhatian dari pemerintah dan pihak-pihak terkait akan problem yang terjadi pada masyarakat tersebut.
Tidak ada komentar