Amirul Mukminin Sayyidina Umar bin Khattab, dikenal sebagai sosok pemimpin yang adil dan bijaksana. Salah satu kebiasaannya adalah berjalan santai menyusuri jalan-jalan sempit di kota Madinah, baik di siang maupun malam hari. Dengan langkah gontai namun pasti, beliau mengamati setiap sudut kota tanpa lelah, memperhatikan keadaan rakyatnya dan memastikan keadilan berjalan dengan baik.
Suatu hari, ketika sedang melakukan rutinitas tersebut, Sayyidina Umar bertemu dengan seorang pemuda yang tampak aneh. Sesuatu yang janggal terlihat di balik baju pemuda itu, sehingga Sayyidina Umar bertanya dengan nada tegas:
"Sepertinya ada yang aneh darimu. Apakah engkau sedang menyembunyikan sesuatu dariku? Apa yang ada di balik bajumu itu, anak muda?"
Pertanyaan itu membuat pemuda tersebut tersentak kaget. Rasa takut dan panik melanda dirinya. Ia hanya bisa merunduk dengan kaki yang gemetar. Pemuda itu adalah seorang yang terbiasa mabuk, dan di balik bajunya tersimpan sebotol arak. Namun, untuk mengakui hal itu di hadapan Sayyidina Umar, ia merasa sungkan dan malu.
Ketika Sayyidina Umar mengulangi pertanyaannya, pemuda itu tetap diam dengan mata tertunduk ke tanah. Dalam hatinya, ia berdoa dengan khusyuk: "Duhai Tuhanku, aku mohon jangan Engkau permalukan aku di hadapan Sayyidina Umar. Jangan Engkau bongkar kedokku dihadapannya. Lindungi aku kali ini saja. Aku berjanji setelah ini aku tidak akan minum bahkan menyentuh arak lagi."
Setelah beberapa saat yang terasa sangat panjang, pemuda itu akhirnya menjawab: "Wahai Amirul Mukminin, yang kusembunyikan di balik bajuku dari tadi adalah cuka."
Sayyidina Umar lalu berkata tegas, "Tampakkan padaku hingga aku melihatnya."
Dengan penuh keyakinan dan kepasrahan, pemuda itu menyingkap bajunya dan menyerahkan botol yang berisi arak kepada sang khalifah. Namun, dengan izin Allah, arak tersebut tampak di mata Sayyidina Umar hanya berupa air cuka.
Kisah ini menunjukkan bagaimana kejujuran dan doa yang tulus bisa membawa keajaiban. Allah melindungi pemuda tersebut dari rasa malu dan memberinya kesempatan untuk memperbaiki diri. Ini juga menggambarkan sifat bijaksana dan penuh rahmat dari Sayyidina Umar bin Khattab sebagai seorang pemimpin.
Referensi:
- Kitab Mukasyafatul Qulub, Imam al-Ghazali, hlm. 27-28.
Tidak ada komentar