Ditulis Oleh Harwalis,S.H |
Nafkah
merupakan hak isteri dan anak-anak untuk mendapatkan makanan, pakaian dan
kediaman, serta beberapa kebutuhan pokok lainnya dan pengobatan, bahkan
sekalipun si isteri adalah seorang wanita yang kaya. Nafkah dalam bentuk ini
wajib hukumnya berdasarkan al-Qur’an, al-Sunnah dan ijma’ ulama. Bila kedua
pasangan itu telah sama-sama dewasa, hal ini merupakan kewajiban suami untuk
memberikan makanan, pakaian dan kediaman bagi isteri dan anak-anaknya sesuai
dengan tingkat kedudukan sosial pasangan tersebut dan selaras dengan adat
kebiasaan masyarakat di tempat tinggal mereka. Sosok seorang isteri ini bukan
seperti isteri yang berlaku di negara-negara barat.
Beberapa
ulama telah memberikan perincian hal-hal penting yang harus diberikan sebagai
nafkah.Hal-hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan masa kini agar selaras
dengan kaedah negeri dan standar kehidupan mereka. Merupakan tanggung jawab
seorang ayah menafkahi puteri-puterinya sampai mereka menikah, dan
putera-puteranya sampai mereka usia puber. Begitu pula kewajiban seorang muslim
untuk menafkahi orang tuanya serta kakek neneknya kalau dia mampu melakukan hal
itu. Bila memungkinkan dan memiliki harta, maka dia sepatutnya memperhatikan
kebutuhan kerabat-kerabatnya yang miskin. Menurut Mazhab Hanafi, setiap
keluarga, sampai pada derajat tertentu, berhak untuk dinafkahi. Bila dia masih
kanak-kanak dan miskin, lemah atau buta dan melarat, atau dia seorang perempuan
yang miskin, juga harus dinafkahi.
Bila
isteri belum dewasa dia harus dinafkahi oleh ayah dan walinya. Rasulullah SAW.
Menikahi „Aisya dua tahun sebelum ia mencapai masa pubernya dan beliau tidak
memberinya nafkah. Tetapi bila si isteri belum puber namun telah berkumpul
dengan suaminya menurut Mazhab Maliki dan Syiafi‟I suami tidak wajib memberinya
nafkah. Menurut Hakim Abu Yusuf, seorang ulama Hanafi, kalau si isteri masih
kecil dan suami menerimanya tinggal di rumahnya, maka si suami wajib menafkahi,
tetapi apabila tidak demikian, maka si suami tidak wajib melakukannya. Imam Abu
Hanifah dan muridnya, Imam Muhammad, sepakat dengan pendapat Mazhab Maliki dan
Syiafi’i.
Menurut
Mazhab Maliki dan Syiafi‟I, jika suami menolak atau mengabaikan pemberian
nafkah selama dua tahun, si isteri berhak menuntut cerai. Tetapi berbeda dengan
Mazhab Hanafi, ketidakmampuan ataupun pengabaian nafkah ini bukan merupakan
alasan yang cukup untuk bercerai. Seorang isteri berhak menuntut suaminya agar
mengajaknya bepergian atau memberi nafkah selama ia ditinggalkan, sejumlah uang
belanja sebelum ia pergi atau memberi kuasa kepada seseorang untuk menafkahi
isterinya. Biaya hidup itu diberikan dalam jangka waktu yang sama seperti
kebiasaan suami membayarnya.
Kadar Nafakah
فَانْكِحُوْا
مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ
Artinya : “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.”(Qs. An-Nisa' : 3).
Ayat
ini mengandung dalil bahwa seorang laki-laki wajib menafkahi istrinya. Hal ini
telah diterangkan dalam Sunnah sebagaimana yang disebutkan dalam bab
sebelumnya.
Nafkah
ada dua macam, yaifu nafkah dari orang yang lapang kehidupannya, dan nafkah
dari orang yang sempit rezekinya, yaitu orang fakir. Allah berfirman :
لِيُنْفِقْ
ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ
مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ
Artinya : “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafakah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.” ( Q.S at-Thalaq : 7)
Batas
minimal kewajiban nafkah terhadap istri dari orang yang sempit rezekinya adalah
nafkah yang lazim berlaku di negeri keduanya. Jika yang lazim bagi
perempuan-perempuan seperti istrinya itu harus dilayani, maka suami harus
menafkahi istrinya berikut menyediakan satu orang pelayan baginya, tidak lebih.
Sedangkan ukuran minimal nafkah untuk istri dan pelayanannya adalah nafkah yang
cukup unfuk membuat tubuh tegak berdiri, yaitu satu mud makanan sesuai dengan
ukuran mud Nabi bagi istri setiap hari,
terdiri dari makanan yang biasa dikonsumsi di negeri sendiri, seperti gandum
hinthah, gandum syair, jagung, beras atau jelai.
Pelayannya
juga mendapat makanan yang sama. Selain itu ditambah seukuran lauk yang lazim
dikonsumsi di negerinya, baik itu berupa minyak biji-bijian atau minyak samin,
seukuran yang cukup sebagaimana yang saya jelaskan, yaitu tiga puluh mud dalam
satu bulan. Pelayannya juga mendapat jatah lauk yang serupa dengan lauk istri.
Selain itu suami juga harus menyediakan minyak tubuh dan minyak rambut seukuran
yang cukup bagi istri, sedangkan kebutuhan ini tidak diberikan kepada
pelayannya karena tidak lazim bagi pelayan.
Jika
istri tinggal di negeri yang biasa mengonsumsi berbagai jenis biji-bijian, maka
istri berhak atas biji-bijian yang paling banyak dikonsumsi di negeri itu.
Menurut sebuah pendapat, dalam sebulan istri berhak atas empat roti daging,
yaitu satu roti di setiap hari Jum'at. Itulah makanan yang makruf atau lazim
bagi istri. Suami juga harus menyediakan pakaian yang pantas untuk dikenakan
istri di negerinya bagi suami yang miskin, yaitu pakaian yang terbuat dari katun
Kufah, Bashrah atau semacam itu. Sedangkan pelayannya mendapat kirbas, celana
dalam, dan semacam itu. Di negeri yang iklimnya dingin, suami harus menyediakan
pakaian secukupnya untuk cuaca yang dingin, seperti mantel yang tebal, beludru,
selimut, celana, gamis, kerudung atau cadar. Sedangkan pelayannya mendapat
jubah wol dan kain untuk selimut dan bisa dijadikan penghangat, gamis,
kerudung, kaos kaki kulit, dan pakaian-pakaian lain yang tidak bisa
ditinggalkan. Sedangkan di musim panas, suami harus menyediakan gamis, selimut
dan kerudung bagi istri
Istri
cukup dengan beludru dalam setiap dua tahun, jubah tebal selama dua tahun,
serta semacam itu. Jika istri besar perutnya sehingga kebutuhan-kebutuhan
tersebut tidak cukup baginya, atau kurang selera makan sehingga kurang dari itu
sudah cukup baginya, maka takaran ini diserahkan kepadanya, serta disesuaikan
tambahannya. Jika dia selera makan, maka dia diberi tambahan uang untuk membeli
daging, lauk, madu dan biji-bijian yang dia sukai. Jika dia kurang selera
makan, maka dikurangi makanan dan kelebihan takaran yang tidak dia konsumsi.
Jika
suami berkelapangan, maka suami menyediakan dua mud makanan sesuai ukuran mud
Nabi SAW. Suami juga menyediakan lauk dan daging dua kali lipat dari yang saya
sebutkan untuk istri dari laki-laki yang miskin. Demikian pula dengan minyak
dan madu. Suami juga harus menyediakan pakaian kualitas pertengahan dari
pakaian produk Baghdad, Bahrain, serta pakaian halus dari Bashrah dan
sejenisnya.
Selain
itu, suami harus menyediakan pakaian penghangat di musim dingin jika dia berada
di negeri yang penduduknya membutuhkan pakaian penghangat. Ishi diberi beludru
kualitas pertengahan, tidak lebih. Jika istri selera makan, maka nafkahnya
seperti yang saya sampaikan. lalu nafkahnya dikurangi jika dia kurang selera
makan hingga dia diberi satu mud makanan sesuai ukuran mud Nabi SAW dalam
sehari, karena dia memiliki kelonggaran dalam soal lauk dan jatah lainnya
sehingga dia bisa menambah dengan apa yang dia suka.
Dalam
semua ketentuan ini, saya membebani suami unfuk menyediakan setakaran makanan,
bukan dalam benfuk dirham. Tetapi jika istri ingin menjualnya dan menukarnya
dengan makanan yang dia inginkan, maka hukumnya boleh. Saya juga menetapkan
kawajiban nafkah bagi satu orang pelayan, tidak boleh lebih. Kewajiban
nafkahnya adalah satu mud ditambah sepertiga mud sesuai ukuran mud Nabi SAW,
karena ukuran ini telah longgar bagi
orang sepertinya. Saya juga menetapkan kewajiban pakaian untuk pelayan berupa
kirbas, pakaian kasar produksi Baghdad dan Wasith, atau pakaian-pakaian sejenis
itu. Saya tidak menambahkan kualitas pakaian untuk pelayanan, sekaya apapun
suami, dan siapa pun istrinya.
Saya
juga mengharuskan suami menyediakan bagi istrinya kasus dan batal dari
perlengkapan produksi Bashrah yang kasar atau yang sejenis dengan itu; dan
menyediakan bagi pelayan istrinya pakaian bulu, bantal, dan sejenisnya. Jika
perlengkapan tersebut sudah usang, maka suami harus menggantinya. Saya
menetapkan jatah minimal sebesar satu mud berdasarkan dalil dari Rasulullah
SAW. Beliau menyerahkan kepada laki-laki yang menggauli istrinya di bulan
Ramadhan berupa satu arak yang berisi lima belas atau tiga puluh Sha’ untuk
dibagikan kepada enarn puluh orang miskin. Dengan demikian, setiap orang miskin
mendapat satu mud. Satu araq itu sebenamya terdiri dari lima belas sha'. Untuk
ukuran seperti itulah araq dibuat agar empat araq setara dengan satu wasaq.
Namun orang yang menceritakan hadits ini memasukkan kata yang menunjukkan
keraguan ke dalam hadits, sehingga menjadi: lima belas atau dua puluh sha'.
Saya
menetapkan batasan maksimal jatah nafkah untuk istri sebesar dua mud karena
ukuran maksimal yang ditetapkan Rasulullah SAW untuk fidyah dalam kaffarah
mencukur rambut akibat ada gangguan di kepala adalah dua mud untuk setiap onmg
miskin. Ukuran di antara keduanya (satu mud dan dua mud) merupakan ukuran
pertengahan. Karena itu, saya tidak menetapkan kurang dari satu mud, dan tidak
pula melebihkan di atas dua mud. Karena kita tahu bahwa pada umumnya ukuran
makanan pokok seseorang adalah safu mud, dan yang paling longgar adalah dua
mud.
Sedangkan
kewajiban nafkah bagi suami pertengahan, tidak kaya dan tidak miskin, adalah
antara dua ukuran tersebut, yaitu satu setengah mud bagi istri dan satu mud bagi
pelayan. Jika seorang laki-laki telah menggauli istrinya kemudian dia pergi
meninggalkannya untuk tujuan apapun, kemudian istrinya meminta untuk dinafkahi,
maka istrinya itu bersumpah bahwa suaminya tidak pemah memberikan nafkah kepadanya.
Sesudah itu ditetapkan kewajiban nafkah bagi istri dari harta suami. Jika suami
tidak memiliki uang tunai, maka barang-barangnya dijual dan digunakan untuk
menafkahi istri sesuai yang kami paparkan unfuk suami yang berkelapangan atau
miskin; apapun keadaan suami.
Jika
suami datang dan mengajukan suatu bukti kepada ishi, atau istri
mengakui-"bahwa dia telah menerima nafkah, baik langsung dari suami atau
dengan perantara seseorang, sedangkan istri telah mengambil selain nafkah
tersebut, maka meminta kembali dari isti setara dengan yang telah diambil ishi.
Jika suami pergi meninggalkan istrinya dalam waktu yang lama, dan selama itu
istri tidak menunfut nafkah tetapi bukan membebaskan suami dari kewajiban
nafkah, kemudian istri menuntut nafkah, maka ditetapkan nafkah baginya sejak
suaminya itu pergr meninggalkannya.
Demikian
pula, jika suami ada di tempat tetapi dia tidak menafkahi istrinya lalu ishinya
menuntut nafkahnya pada hari-hari yang lalu, maka suami wajib menafkahinya.
Jika keduanya berselisih dimana suami mengatakan, "Aku sudah menyerahkan
nafkah kepadanya," sedangkan ishi mengatakan, "Dia belum menyerahkan
apapun kepadaku," maka perkataan yang dipegang adalah perkataan istri
dengan disertai sumpahnya. Sementara suami wajib mengajukan bukti tentang
penyerahan nafkah kepada istri, atau ada pengakuan dari istri akan penerimaan
nafkah. Nafkah itu seperti hak-hak yang lain; tidak ada yang membebaskan suami
dari kewajiban nafkah kecuali pengakuan istui, atau ada bukti yang menunjukkan
bahwa dia telah menerima nafkah.
Jika
suami telah menyerahkan nafkah kepada iski untuk satu tahun, kemudian dia
menceraikan istrinya tiga kali, maka suami meminta kembali dari istrinya sisa
dari nafkah unfuk setahun tersebut, yang dihitung sejak hari jatuhnya thalak.
Tetapi jika suami menceraikan ishinya satu kali atau dua kali dimana dia berhak
rujuk kepada istrinya, maka suami meminta kembali dari istrinya sisa nafkah
untuk setahun sesudah iddah istri berakhir. Jika istri dalam keadaan hamil lalu
suami menceraikannya tiga kali atau sahr kali, maka suami meminta kembali dari
istrinya sisa nafkah unfuk setahun sesudah persalinan.
Jika
suami meninggalkan istinya selama setahun tanpa memberikan nafkah kepadanya,
sedangkan istri membebaskan suami dari nafkah selama tahun itu dan tahun yang
akan datang, maka suami pun terbebas dari nafkah tahun yang lalu karena nafkah
tersebut telah jatuh kewajibannya bagi istri. Namun suami tidak terbebas dari
kewajiban nafkah untuk tahun yang akan datang karena istri membebaskan suami
sebelum jatuh kewajiban nafkahnya. Istri tetap berhak untuk menunhrt nafkah
kepada suaminya. Bilamana saya mewajibkan nafkah bagi iski lalu dia meninggal
dunia, maka nafkahnya itu jatuh kepada para ahli waris. Jika suami yang
meninggal dunia, maka istri berbagi dengan orang-orang yang berpiutang dalam
mengambil hartanya, sama seperti hak orang-orang pada suami tersebut.
Nafkah
ada dua macam, yaifu nafkah dari orang yang lapang kehidupannya, dan nafkah
dari orang yang sempit rezekinya, yaitu orang fakir. Batas minimal kewajiban
nafkah terhadap istri dari orang yang sempit rezekinya adalah nafkah yang lazim
berlaku di negeri keduanya. Jika yang lazim bagi perempuan-perempuan seperti
istrinya itu harus dilayani, maka suami harus menafkahi istrinya berikut
menyediakan satu orang pelayan baginya, tidak lebih.
Sedangkan ukuran minimal nafkah untuk istri dan pelayanannya adalah nafkah yang cukup unfuk membuat tubuh tegak berdiri, yaitu satu mud makanan sesuai dengan ukuran mud Nabi bagi istri setiap hari, terdiri dari makanan yang biasa dikonsumsi di negeri sendiri, seperti gandum hinthah, gandum syair, jagung, beras atau jelai.
Tidak ada komentar